We are Citizens Before Voters
-Dari jendela busway yang lebar. Saya melihat spanduk cantik dengan kualitas printing yang baik bertuliskan, “Kawal Terus Jokowi”.
Pemilu 2019 telah usai. Presiden dan wakilnya terpilih telah definitif dan tinggal menunggu pelantikan. Begitu juga anggota parlemen juga sudah dilantik.
Walaupun begitu suhu politik tetap hangat jika tidak ingin dikatakan panas. Namun kali ini bukan lagi tampak oleh para elit. Melainkan para pendukung yang tak lain adalah rakyat. Ada juga para influencer maupun buzzer media sosial yang tetap aktif melakukan support terhadap pilihannya. Dan kritis terhadap lawan politiknya.
Sah-sah saja aktivitas ini tetap dilakukan. Selain hak warga negara yang dijamin kebebasannya oleh undang-undang, hal ini juga merupakan bentuk kepedulian. Sangat wajar ketika pendukung presiden terpilih yang kemudian akan memimpin pemerintahan mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah. Wajar pula sebaliknya, ketika pendukung oposisi kemudian giat memantau dan melakukan kritik terhadap pemerintah dan policy-nya.
Namun apakah sikap ini selalu berdampak baik bagi rakyat secara luas. Di satu sisi betul. Haruslah ada keseimbangan dalan kekuasaan. Check and balance yang sehat dalan pengelolaan negara. Namun disisi lain sikap ini dapat menimbulkan efek negatif jika dilakukan secara berlebihan atau jika ia direkayasa untuk kepentingan tertentu. Hal negatif yang imbasnya juga akan dirasakan oleh rakyat sebagai stakeholder utama negara.
Efek negatifnya adalah, akan ada jarak antara rakyat dan pemerintah. Kritik yang genuine terhadap pemerintah tak akan langsung dihadapi oleh pemerintah itu sendiri. Namun akan dihadapi oleh barisan pendukung yang nota bene adalah komponen dari rakyat. Sehingga pemerintah merasa terlindungi dan semakin jauh dari kritik. Hal ini tidak sehat dalam demokrasi.
Pemerintah yang jauh dari kritik adalah awal dari kekuasaan yang totaliter. Di sisi lain, rakyat, dari pihak manapun dia, yang sudah memberikan mandat dan memiliki hak untuk melihat pemimpin terpilih menunaikan janji-janji kampanyenya, malah terlibat konflik sendiri. Yang pada gilirannya merugikan semua pihak ketika pemerintah tidak perform dan mungkin saja tak bekerja sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.
Sebelum dan pada saat pemilu kita menjadi supporter dan juga voter. Pendukung dan pemilih. Pasca pemilu, saatnya rakyat bersama-sama kembali menjadi citizen. Warga negara. Yang menghormati proses demokrasi. Dengan menghormati siapapun pemimpin terpilih melalui proses yang fair. Sekaligus warga negara yang tak ragu bersuara dan kritis jika diperlukan. Apapun latar belakang pilihannya dalam pemilu lalu.
Karena hanya dengan cara ini kita dapat memastikan pemimpin yang terpilih berlaku amanah dan kredibel. Ketika rakyat tanpa terkotak-kotak mengawasi siapapun yang menjabat. Ketika kita bersama berani mengatakan, we are citizens before voters.-
— Kelapa Dua, 19 October 2019
Comments
Post a Comment